Sekolah sebagai institusi pendidikan pada dasarnya bertujuan mempersiapkan peserta didik untuk dapat memecahkan masalah kehidupan pada masa sekarang dan di masa yang akan datang, dengan mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Oleh karena itu, pendidikan mempunyai fungsi dalam membentuk karakter peserta didik. Dengan kata lain, bahwa melalui proses pendidikan yang profesional maka akan dapat membentuk karakter peserta didik (Raharjo, 2010 : 231).
Sekolah sebagai lembaga kedua setelah keluarga yang berperan penting dalam menanamkan nilai-nilai kehidupan kepada individu. Di sekolah individu diajarkan bagaimana nilai-nilai kehidupan tersebut harus direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Siswa lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah dari pada di tempat lain, oleh sebab itu sekolah menjadi tempat pembentukan karakter. Dalam pembentukan karakter siswa, sekolah dapat melaksanakan suatu kegiatan secara rutin maupun spontan. Adapun kegiatan di sekolah dalam rangka pembentukan karakter siswa yang dilaksanakan secara rutin dan spontan adalah sebagai berikut :
Pembiasaan
Pengertian pembiasaan adalah sebuah kegiatan yang dilakukan secara berulang- ulang guna untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Hasbiyah, 2016 : 35). Beberapa contoh kegiatan pembiasaan di sekolah untuk pembentukan karakter pada peserta didik antara lain : upacara bendera tiap hari senin, menyanyikan lagu perjuangan, program 5 S, dan jabat tangan dengan bapak/ibu guru.
Menurut Bahtiar (2016 : 74), pentingnya upacara bendera di sekolah juga bertujuan untuk menanamkan dan membiasakan pelajar menanamkan sikap nasionalisme. Dengan menanamkan sikap nasionalisme diharapkan siswa tumbuh menjadi manusia pembangun yakni generasi yang mampu mengisi dan mempertahankan kemerdekaan bangsa dan negaranya.
Pengertian lagu perjuangan menurut Mintargo dkk (2014 : 250) adalah kemampuan daya upaya yang muncul lewat media kesenian dan berperan aktif di dalam peristiwa sejarah kemerdekaan Indonesia. Pengertian yang luas lagu perjuangan sebagai ungkapan perasaan semangat kebangsaan dan cinta tanah air yang diungkapkan melalui lagu-lagu. Menurut Printina (2017 : 1) bahwa salah satu cara untuk membentuk karakter peserta didik ialah dengan cara mengumandangkan dan membiasakan kegiatan belajar mengajar dengan lagu-lagu perjuangan yang sarat dengan nilai-nilai positif dan pesan moral didalamnya.
Budaya 5 S (senyum, sapa, salam, sopan, santun) merupakan suatu anjuran yang dilakukan oleh seseorang ketika sedang berkomunikasi dan bersosialisasi kepada orang lain. Menurut Ferryka (2016 : 400) bahwa program 5 S dapat membentuk karakter siswa dalam menyongsong generasi emas, sehingga mampu memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan TuhanYang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan. Nilai-nilai tersebut dapat terwujud dalam pikiran, sikap perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Jabat tangan dengan dengan bapak/ibu guru dilaksanakan setiap hari yaitu pada saat memasuki gerbang sekolah dengan guru piket, berpapasan dengan bapak/ibu guru pada saat istirahat, dan setelah kegiatan pembelajaran. Menurut Choiriah (2016 : 76) bahwa berjabat tangan merupakan suatu pekerjaan yang dianjurkan agama Islam. Pembiasaan ini mempunyai nilai-nilai positif yang berdampak bagi pendidikan akhlak, diantaranya mempererat tali silaturahmi dan menumbuhkan kepedulian sosial yang tinggi. Dampak positif lain dari pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam adalah melatih diri untuk berani berinteraksi dengan masyarakat.
Kegiatan Spontan
Kegiatan spontan dapat juga disebut kegiatan insidental. Kegiatan ini dilakukan secara spontan tanpa perencanaan terlebih dahulu. Contoh kegiatan spontan ini adalah mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau sakit keras, mengumpulkan sumbangan bilamana ada orang tua temannya yang meninggal, dan sumbangan untuk masyarakat ketika terjadi adanya bencana alam. Menurut Nurjannah (2018 : 82) bahwa nilai karakter peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
Peduli sosial berperan penting dalam membentuk individu yang peka sosial, dengan sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain yang membutuhkan. Tanpa adanya nilai karakter peduli sosial, maka solidaritas akan tidak berjalan dengan baik. Secara positif karakter peduli sosial banyak memberikan manfaat baik secara moril maupaun materil (Lestari & Rohani, 2017 : 174).
Ekstrakurikuler
Permendikbud nomor 62 tahun 2014 menyebutkan kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan kurikuler yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler, di bawah bimbingan dan pengawasan satuan pendidikan. Kegiatan Ekstrakurikuler diselenggarakan dengan tujuan untuk mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerjasama, dan kemandirian peserta didik secara optimal dalam rangka mendukung pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Berbagai macam kegiatan ekstrakurikuler yang di adakan di sekolah antara lain : pramuka, olah raga (sepak bola, bola volly), seni (seni tari, seni musik, seni teater), PMR, karya ilmiah remaja, dan olympiade. Menurut Hidayati (2014 : 13) bahwa pada dasarnya kegiatan ekstrakurikuler tidak hanya menggali potensi, mengembangkan bakat dan minat siswa tetapi juga membentuk karakter siswa menjadi lebih baik dengan diadakannya pembinaan melalui kegiatan yang diminati siswa. Melalui kegiatan yang disukai siswa tentunya mempermudah menanamkan nilai-nilai positif terhadap siswa seperti meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan para siswa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kedisiplinan, kesadaran berbangsa dan bernegara, serta berbudi pekerti luhur.
Budaya Bersih
Pengertian budaya bersih adalah budaya yang mengajarkan tentang bagaimana menjaga kesebersihan baik badan maupun lingkungan (Astuti, 2015 : 12). Budaya bersih dapat dilaksanakan setiap hari oleh siswa dengan membentuk piket kelas. Tugas dari piket kelas membersihkan kelas dan lingkungan luar sekitar kelas. Selain itu budaya bersih juga bisa dilaksanakan setiap hari sabtu pagi oleh warga sekolah bersama dengan siswa untuk membersihkan lingkungan sekolah. Untuk mendukung budaya bersih, sekolah menyediakan tempat sampah yang ditempatkan di depan masing-masing kelas dan ruangan lingkungan sekolah. Siswa dikondisikan untuk membuang sampah ketempat yang sesuai dengan jenis sampah.
Menurut Taryatman (2016 : 12) bahwa membuang sampah pada tempatnya merupakan perbuatan baik yang positif yang harus dijadikan sebagai suatu kebiasaan sehari-hari agar dapat menjadi teladan bagi orang lain. Dengan membuang sampah pada tempatnya nilai karakter yang dapat dikembangkan adalah nilai karakter cinta lingkungan dan disiplin. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Hartono (dalam Ariyani, 2014 : 2) bahwa kebersihan adalah keadaan di mana bebas dari kotoran yaitu debu, sampah, dan bau. Dari sinilah perlu adanya penerapan disiplin dan sikap peduli siswa terhadap lingkungan terutama membuang sampah pada tempatnya.
Salah satu indikator keberhasilan sekolah dan kelas dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa pada nilai peduli lingkungan yaitu pembiasaan memelihara kebersihan dan kelestarian lingkungan sekolah (Badan Litbang Pusat Kurikulum, 2010 : 30).
Literasi Sekolah
Pengertian literasi sekolah dalam konteks Gerakan Literasi Sekolah (GLS) adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan berbicara (Kemendikbud, 2016 : 2). Kegiatan literasi sekolah dapat dilaksanakan sebelum jam pertama kegiatan pembelajaran dengan memberi waktu 15 menit pada siswa untuk membaca buku non pelajaran, kemudian siswa menulis di jurnal kegiatan ringkasan yang di baca tadi. Buku yang dibaca siswa tidak harus habis dan membacanya bisa dilanjutkan besuknya.
Selain itu kegiatan literasi sekolah bisa dilaksanakan bilamana ada jam kosong dan tidak ada tugas dari guru pada jam tersebut, siswa bisa disuruh pergi ke perpustakaan untuk membaca buku non pelajaran. Adapun tagihan dari siswa tersebut adalah membuat ringkasan apa yang dibaca dan dikumpulkan pada guru piket untuk ditandatangani.
Kegiatan literasi dengan aneka ragamnya sangat berpotensi menjadi sarana untuk pembentukan karakter siswa sehingga Kepala Sekolah maupun guru sangat diharapkan perannya untuk mengarahkan, membimbing, dan mendampingi para siswa untuk melakukan aktivitas literasi secara positif dan menjunjunng tinggi nilai-nilai kemanfaatan. Menghidupkan budaya literasi di lingkungan sekolah berarti telah membuka pintu untuk mendidik generasi menjadi generasi unggul dan berkarakter, pantang menyerah, dan mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi sebab hasil bacaan akan memberikan provokasi positif untuk ingin tahu lebih banyak dan lebih banyak lagi (Baharuddin, 2017 : 32 & 34).
Budaya Religius
Pengertian budaya religius adalah gagasan atau fikiran manusia yang bersifat abstrak kemudian diaplikasikan atau diwujudkan melalui tindak-tanduk atau perilaku manusia yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan (Supriyanto, 2018 : 474). Beberapa contoh budaya religius yang dilaksanakan secara rutin di sekolah yaitu berdoa pada awal dan akhir kegiatan pembelajaran, shalat dhuha bersama dan shalat dhuhur berjamaah, dan mengaji bersama (membaca Al Qur’an).
Menurut Mursalim (2011 : 64) bahwa doa merupakan salah satu sarana untuk berkomunikasi antara hamba dengan Allah SWT dalam keadaan tertentu. Di samping itu, doa sebagai roh ibadah atau sari ibadah sebagaimana yang pernah disabdakan oleh Rasulullah SAW. Doa bukan hanya semata-mata untuk memohon pertolongan Allah dalam memecahkan problem manusia yang dihadapinya, akan tetapi dalam konteks secara luas sebagai suatu kebutuhan dalam rangkaian ibadah.
Kegiatan salat dhuha bersama dapat dilakukan oleh siswa pada waktu jam istirahat, sedangkan salat dhuhur berjamaah dapat dilakukan pada waktu istirahat kedua atau setelah berakhirnya kegiatan belajar mengajar. Menurut Suhari (2011 : 74) bahwa nilai-nilai pendidikan ibadah salat yang terkandung dalam Tafsir al-Mishbah meliputi: 1). salat mendekatkan kepada Allah SWT, 2). salat menentramkan jiwa, 3). salat mendidik disiplin waktu, 4). salat mendidik menjadi bersih, 5). salat mendidik menjadi taat dan tertib, 6). salat mendidik menjadi sabar, 7). salat memperkokoh rasa persaudaraan antara muslim, 8). salat menentramkan hati, dan 9). salat mencegah fahsya’ dan munkar.
Kegiatan mengaji bersama (membaca Al Qur’an) ini dapat dilaksanakan di kelas sebelum istirahat pertama atau di mushola sebelum melaksanakan salat dhuhur berjamaah. Untuk di kelas kegiatan mengaji bersama (membaca Al Qur’an) bisa dilaksanakan dengan memberikan speakers pada tiap-tiap kelas dan sound systemnya di pasang di ruang guru atau di ruang tata usaha. Salah satu guru memandu atau memimpin untuk membaca Al Qur’an dari ruang guru atau ruang tata usaha. Menurut Zulaiha (2014 : 4) bahwa pembiasaan kegiatan tadarus Al–Qur‟an berpengaruh terhadap sikap–sikap positif karena ketika membaca Al–Qur‟an diibaratkan berkomunikasi langsung dengan Allah sang maha pencipta. Dengan komunikasi langsung dengan Allah dapat memberikan ketenangan jiwa yang bersifat rohani. Sehingga ketika seorang anak memiliki permasalahan mereka mampu menyelesaikan dengan karakter positif. Karakter dalam menyelesaikan masalah adalah karakter ikhlas. Menyelesaikan sebuah permasalahan dengan kepala dingin yaitu sabar, sadar, rendah hati dan yang paling utama adalah selalu mengingat akan kehadiran Allah SWT. Karakter ikhlas yang muncul dalam diri anak memiliki kebiasaan bersikap bicara jujur terhadap orang lain, mengalah dan tidak menonjol-nonjolkan emosi.
Pengembangan budaya religius di sekolah adalah bagian dari pembiasaan penerapan nilai- nilai agama dalam kehidupan di sekolah dan di masyarakat. Pembiasaan ini memiliki tujuan untuk menanamkan nilai- nilai agama Islam yang diperoleh siswa dari hasil pembelajaran disekolah untuk diterapkan dalam perilaku siswa sehari- hari. Banyak hal bentuk pengamalan nilai-nilai religius yang bisa dilakukan di sekolah seperti: pembiasaan berdoa, sholat dhuha, dhuhur secara berjamaah, hafalan surat-surat pendek dan pilihan, dan lain sebagainya (Prasetya, 2014 : 480).